Derap sepatu tentara pada 1 Oktober
1965 dini hari membangunkan Johana Nasution dari tidurnya. Bangkit dari
ranjang, ia lalu mengintip dari balik pintu kamar untuk mencari tahu apa
yang sedang terjadi. “Cakrabirawa,” Johana berbisik kepada AH Nasution,
suaminya.
Penggalan film “Pengkhianatan G 30S/PKI” di atas menceritakan penculikan para jenderal yang terjadi di akhir Orde Lama. Anda bisa mengenang peristiwa dramatis di Museum Jenderal AH Nasution yang berlokasi di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Cerita yang Anda dapatkan di museum ini jauh lebih detail dari gambaran di film.
Penggalan film “Pengkhianatan G 30S/PKI” di atas menceritakan penculikan para jenderal yang terjadi di akhir Orde Lama. Anda bisa mengenang peristiwa dramatis di Museum Jenderal AH Nasution yang berlokasi di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Cerita yang Anda dapatkan di museum ini jauh lebih detail dari gambaran di film.
Museum ini dahulu adalah tempat
tinggal Jenderal AH Nasution sejak beliau dilantik menjadi Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1949, hingga wafat pada 6 September
2000. Pada tahun 2008, museum ini diresmikan.
Bangunan museum ini tampak kalah megah dengan rumah-rumah mewah di sekitarnya. Namun patung Jenderal AH Nasution yang berdiri kokoh di depan museum, menjadikannya berbeda.
Ruang pamer di Museum AH Nasution tidak terlalu luas, namun cukup lengkap menampilkan sejarah hidup serta memorabilia jenderal itu. Menariknya lagi, kisah dramatis usaha penculikan Jenderal AH Nasution ditampilkan dalam diorama yang sangat hidup — semua disuguhkan persis kejadian sesungguhnya.
Di dalam museum ada patung dada Jenderal AH Nasution yang tepat dipasang di depan pintu masuk. Di ruang bagian depan dipasang beberapa koleksi pribadi seperti miniatur tank, piagam penghargaan, mebel antik, serta sebuah gading gajah kenang-kenangan dari Brigade Garuda III.
Bangunan museum ini tampak kalah megah dengan rumah-rumah mewah di sekitarnya. Namun patung Jenderal AH Nasution yang berdiri kokoh di depan museum, menjadikannya berbeda.
Ruang pamer di Museum AH Nasution tidak terlalu luas, namun cukup lengkap menampilkan sejarah hidup serta memorabilia jenderal itu. Menariknya lagi, kisah dramatis usaha penculikan Jenderal AH Nasution ditampilkan dalam diorama yang sangat hidup — semua disuguhkan persis kejadian sesungguhnya.
Di dalam museum ada patung dada Jenderal AH Nasution yang tepat dipasang di depan pintu masuk. Di ruang bagian depan dipasang beberapa koleksi pribadi seperti miniatur tank, piagam penghargaan, mebel antik, serta sebuah gading gajah kenang-kenangan dari Brigade Garuda III.
Bagian berikutnya adalah sebuah
kamar yang dulu berfungsi sebagai ruang kerja AH Nasution. Di kamar ini
dipamerkan 70 buah buku karyanya yang tersusun dalam lemari kayu. Agar
suasana hidup, ditampilkan pula meja kerja lengkap dengan patungnya
dalam posisi sedang menulis.
Melangkah ke bagian dalam, Anda
akan melihat sebuah kamar yang disebut Ruang Kuning. Ini tempat AH
Nasution menerima tamu-tamu penting. Disebut Ruang Kuning karena kamar
ini didominasi oleh warga kuning. Sofa, karpet, gorden, serta beberapa
perabot lainnya semuanya berwarna kuning. (Namun sofa yang dipajang di
sini hanya replikanya saja.)
Bagian berikutnya, membuat
merinding. Inilah kamar tidur AH Nasution dan Johana. Adegan dramatis
terjadi di kamar ini. Masih terlihat bekas tembakan yang merusak pintu
serta dinding kamar. Semuanya asli. Begitulah, aksi tentara Cakrabirawa
yang berusaha menculik Jenderal AH Nasution ternyata cukup brutal.
Di ruang makan, ada diorama Johana ditodong senjata api oleh Cakrabirawa. Pajangan lainnya yang bisa membuat pengunjung tersentuh adalah baju yang dipakai Ade Irma Suryani Nasution ketika ditembak oleh tentara Cakrabirawa.
Di ruang makan, ada diorama Johana ditodong senjata api oleh Cakrabirawa. Pajangan lainnya yang bisa membuat pengunjung tersentuh adalah baju yang dipakai Ade Irma Suryani Nasution ketika ditembak oleh tentara Cakrabirawa.
Foto Ade Irma bersama Kapten
Pierre Tendean (yang mengaku AH Nasution untuk melindungi komandannya)
sungguh membuat terharu. Foto itu diambil hanya satu minggu sebelum
mereka meninggal.
Museum ini tidak memungut biaya
kepada pengunjung — hanya ada kotak sumbangan. Dengan begitu banyaknya
informasi sejarah yang bisa didapat, agak mengherankan museum ini hanya
dikunjungi 50 orang setiap pekan.
Museum Jenderal AH Nasution
Jalan Teuku Umar 40, Menteng, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 314 1975, Faks.: (021) 3192 5084
Jam buka: Selasa-Minggu, pukul 08.00-14.00 WIB
Tiket masuk: gratis
sumber: http://1000unik.blogspot.com/2012_07_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar