Pendakian 7 puncak ( The Seven Summits) benua adalah sebuah
pendakian prestisus di dunia pendakian internasional. Dengan mendaki ke tujuh
puncak benua yang terdiri dari Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di
Indonesia, Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) di
Rusia, Vinson Massif (4.889 mdpl ) di Antartika, Aconcagua (6.962 mdpl)
di Argentina, Everest (8.848 mdpl) di Nepal dan Denali (6.194 mdpl) di
Alaska maka secara otomatis pendaki tersebut akan mendapatkan julukan
sebagai The Seven Summiteers sebuah sebutan yang disepakati
secara internasional bagi mereka yang berhasil mencapai 7 puncak.
Sejarah dunia mencatat seorang Richard “Dick” Bass, pemilik Snowbird Ski
Resort, Utah, Amerika Serikat berhasil menggenapi pendakian The
Seven Summits pada tanggal 30 April 1985 dengan Puncak Everest
(8.848 mdpl) sebagai penutupnya dan berhasil menciptakan dirinya menjadi
The Seven Summiteers pertama di dunia.
Lalu bagaimanakan dengan Indonesia ? Sebagi pemilik salah satu puncak
The Seven Summits seharusnya Indonesia memiliki Seven
Summiteers. Usaha mencapai gelar ini dimulai oleh (Alm) Norman
Edwin dari Mapala Universitas Indonesia. Tetapi langkahnya harus
terhenti di Aconcagua (6.962 mdpl) ketika jenasahnya ditemukan di gunung
tersebut bersama jenasah (Alm) Didiek Samsu juga dari Mapala
Universitas Indonesia. Sejak musibah ini terjadi pendakian untuk
menggapai gelar The Seven Summiteer bagi Indonesia bagai hilang
begitu saja.
Hingga akhirnya di awal tahun 2009, Mahitala Unpar berhasil mencapai
Carstenzs Pyramid pada tanggal 23 dan 26 Febuari 2009. Maka Tim
Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (ISSEMU) dengan
Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24), Broery Andrew Sihombing
(22), dan Janatan Ginting (22) sebagai pendakinya akan segera mendaki 6
puncak lainnya hingga tanggat waktu 2011.
Carstensz Pyramid, Papua, Indonesia (4.884 mdpl) –
Piramidanya Indonesia
Bersama tujuh pendaki Mahitala Unpar, keempat pendaki ISSEMU berhasil
mencapai puncak Carstensz Pyramid pada tanggal 23 dan 26
Febuari 2010. Puncak Carstenzs yang kerap diselimuti kabut
menjadi sebuah saksi bisu bahwa perhelatan pendakian Seven
Summitsnya ISSEMU sudah dimulai.
Pendakian menuju Puncak Carstensz Pyramid dilakukan melalui jalur
normal (atau sering disebut juga sebagai Harrer’s Route). Pendakian di
jalur normal akan selalu dimulai dari Lembah Danau-Danau atau Lembah
Kuning sebagai pemilihan Basecamp. Selepas dari Basecamp
Lembah Kuning, pendaki harus mendaki vertikal ke arah Teras Kecil dan
disambung pendakian vertikal menuju Teras Besar.
Setelah itu tim akan segera tiba di punggungan puncak (summit
ridge). Di summit ridge ini pendaki ISSEMU harus melewati
jurang besar yang membentang sepanjang +/- 15 meter. Melewati jurang
ini diperlukan peralatan pendakian yang lebih lengkap dari sebelumnya
dan mengunakan teknik penyeberangan tyrolean di mana setiap
orang harus bergantung di seutas tali yang membentang secara horisontal
dan menyeberangi tali tersebut selayaknya pasukan komando yang sedang
mengendap-endap. Dari sini perjalanan menuju puncak tertinggi hanya
perlu melewati 2 jurang yang memiliki bentangan hanya kira-kira satu
setengah meter sehingga para pendaki dapat lebih mudah mencapai puncak.
Selain Puncak Carstenzs Pyramid, Mahitala Unpar juga berhasil mendaki
8 puncak Pegunungan Sudirman yang membentang dari barat ke timur.
Proses pertama pencapaian puncak pertama ini Mahitala Unpar boleh
berbangga hati karena diantara kesebelas puncak yang berhasil didaki, 4
diantaranya belum pernah didaki oleh siapapun juga (first ascend).
Kedelapan puncak yang berhasil diraih oleh Mahitala Unpar antara lain :
Puncak Idenburg (4.730 mdpl), Puncak Merah Putih (4.284 mdpl), Puncak
Garuda (4.613 mdpl), Puncak Mahitala (4.610 mdpl), Puncak Unpar (4.523
mdpl), Puncak Jaya atau Soekarno (4.862 mdpl), Puncak Sunday Peak, dan
Puncak Carstensz Timur.
Kilimanjaro, Tanzania, Afrika (5.895 mdpl) – Napak Tilas
Zaman Purba Kilimanjaro
Pendakian akhirnya dilanjutkan menuju puncak tertinggi di Benua
Afrika yakni Kilimanjaro. Untuk mendaki Kilimanjaro, Tim Pendaki ISSEMU
sudah menentukan rute mana yang akan mereka jalani hingga menuju Puncak
Uhuru (nama lain dari puncak tertinggi Kilimanjaro). Untuk menuju Puncak
Kebebasan (Uhuru = Kebebasan) para pendaki dapat secara bebas memilih
sekian banyak dari rute yang tersedia. Rute-rute menuju puncak tertinggi
dibagi menjadi lima, yaitu : Marangu, Machame, Shira, Umbwe, Rongai,
dan Mweka. Pada tahun 2007, Mahitala Unpar sempat melakukan sebuah
ekspedisi pendakian di Kilimanjaro ini dengan menempuh rute Marangu yang
terkenal dengan kelengkapan fasilitasnya dibandingkan rute-rute yang
lain. Dengan alasan itulah Tim Pendaki ISSEMU menetapkan pilihan pada
rute yang dirasa lebih menantang dan lebih unik.
Pilihan rute menuju puncak akhirnya jatuh pada Rute Machame. Di rute
ini para pendaki tidak akan bertemu dengan mini shop, ruang
tidur (hut) dan ruang makan seperti halnya yang kerap ditemui
di Rute Marangu. Untuk urusan tidur pun mereka harus bermalam di dalam
tenda hingga menuju Puncak. Rute Machame adalah rute terindah diantara
seluruh rute yang ada. Opini ini setidaknya dikuatkan oleh buku yang
berjudul Kilimanjaro: Africa’s Beacon terbitan Taman Nasional
Tanzania tahun 2004. Di buku itu juga ditulis bahwa dengan menusuri Rute
Machame maka para pendaki seakan melakukan napak tilas pada zaman purba
Gunung Kilimanjaro.
Dengan segala macam bentangan alam yang menghadang, maka akhirnya Tim
Pendaki ISSEMU berhasil menggapai Puncak Uhuru tepat pada tanggal 10
Agustus 2010 pk. 10.20 waktu setempat atau pk.
14.00 WIB. Tim Pendaki ISSEMU memulai summit day
mereka dengan berjalan pada pk. 04.00 waktu setempat dari Arrow Glacier
Camp (4.868 mdpl) dengan melewati Great Western Branch, sebuah kubah
batu masif yang merupakan jalur alternatif tersulit menuju ke Puncak
Uhuru. Perubahan jalur ini dilakukan malam sebelumnya ketika para
pendaki ISSEMU mengusulkan untuk mencoba jalur yang lebih sulit kepada
pihak Bobby Tours yang menjadi agen perjalanan mereka di Kilimanjaro.
Perubahan jalur ini bukanlah tanpa alasan. Dengan mencoba kenaikan
elevasi yang sedikit lebih tinggi, diharapkan para pendaki ISSEMU
menguji ketahanan fisik mereka terhadap ancaman penyakit ketinggian.
Sehingga dari sini Tim Pendaki ISSEMU mendapatkan hasil evaluasi untuk
pendakian gunung-gunung selanjutnya yang akan semakin berat medannya.
Elbrus, Rusia (5.642 mdpl) – Terciptanya Indonesian Route
di Sisi Utara Elbrus
Setelah berhasil mencapai Puncak Uhuru yang merupakan puncak
tertinggi di Benua Afrika, Tim Pendaki ISSEMU segera melanjutkan
pendakiannya menuju Negeri Beruang Merah, Rusia. Pendakian kali ini
memang direncanakan secara estafet tanpa harus kembali dahulu ke Tanah
Air. Selain meminimalisir budget, pendakian simultan seperti ini akan
menjadi sebuah hal positif bagi para pendaki karena semakin lama di
ketinggian maka semakin terbiasalah pendaki dengan ketinggian tersebut.
Negeri tempat dilahirkannya para pecatur andal ini memiliki gunung
tertinggi yang hampir seluruhnya tertutup dengan salju. Dengan 2 puncak
yang hampir sama tinggi (Puncak Timur dan Barat), Elbrus memberikan
tantangan tersendiri bagi para pendaki kelas dunia. Mahitala Unpar
sendiri pernah berkesempatan untuk mendaki atap Eropa ini pada
pertengahan tahun 2009. Ketika itu Sang Dwi Warna berhasil dikibarkan
tepat pada tanggal 17 Agustus 2009. Keberhasilan pertama kalinya
Mahitala Unpar mencapai Puncak Barat (puncak tertinggi Elbrus)
membangkitkan semangat ke 4 orang pendaki Tim ISSEMU. Dengan berbekal
pengetahuan dan semangat yang baik, pada tanggal 19 Agustus 2010
pendakian menuju Puncak Barat Elbrus segera digelar.
Pada pendakian kali ini, Tim Pendaki ISSEMU memutuskan untuk menembus
punggungan salju Elbrus melalui sisi Utara. Sisi Utara Elbrus mendapat
pilihan utama karena minimnya fasilitas dan pendakian yang harus
dilakukan secara bertahap. Sisi Utara Elbrus memberikan kesan sebuah
sisi gunung yang perawan.
Tidak seperti sisi Selatan yang memang kerap menjadi jalur pilihan
utama bagi pendaki. Di sisi Selatan Elbrus, para pendaki akan dipermudah
dengan fasilitas kereta gantung yang akan meringankan pendaki untuk
mencapai ketinggian tertentu. Penginapan dan pondok-pondok kecil pun
tersedia di sana. Soal keamanan jangan diragukan lagi. Setiap saat,
mobil salju atau disebut sebagai snow cat hilir-mudik untuk
mengawasi para pendaki dan para penggila olahraga ski.
Tim Pendaki ISSEMU berhasil mencapai Puncak Timur Elbrus tepat pada
tanggal 24 Agustus 2010 pada pk. 14.45 waktu setempat atau sama
dengan pk. 17.45 WIB. Dari proses summit attack inilah
ternyata tercipta sebuah jalur yang diberi nama Indonesian Route
oleh para Rescuer Elbrus (sebutan untuk Jagawana atau Polisi
Gunung di Elbrus) sebagai penghargaan kepada Tim Pendaki ISSEMU yang
berhasil membuka jalur baru selepas Camp Lenz Rock (4.750 mdpl) tanpa
ditemani oleh pemandu ataupun pendaki lainnya. “Penyerangan” menuju
Puncak Elbrus adalah hal yang cukup sulit mengingat Tim Pendaki ISSEMU
harus melewati medan salju curam yang memaksa mereka harus menggunakan crampon
dan ice axe dengan semaksimal mungkin. Selain itu Tim Pendaki
ISSEMU juga sempat dihadang oleh Jet Stream (angin kencang yang suaranya
menyerupai pesawat jet) yang berkecepatan kira-kira 50-80 km/jam.
Tetapi berkat kegigihan dan semangat yang dimiliki oleh empat pendaki
ISSEMU ini, akhirnya Merah Putih berhasil berkibar dengan gagahnya di
titik tertinggi Benua Eropa.
Vinson Massif (4.897 mdpl), Antartika – Pertama Untuk
Indonesia
Perjalanan menuju The Seven Summiteers pertama bagi
Indonesia hampir separuh jalan. Tim Pendaki ISSEMU sudah mengantongi 3
puncak benua. Kini saatnya petualangan dilanjutkan menuju Benua Putih
Antartika yang penuh dengan misteri. Pendakian menuju atap tertinggi
Antartika, Vinson Massif, memiliki arti penting karena inilah kali
pertamanya tim ekspedisi asal Indonesia menyambangi Benua Antartika
untuk mendaki Vinson Massif.
Sebuah kota terujung di sebelah Selatan Benua Amerika Selatan, Punta
Arenas, awal dari langkah Tim Pendaki ISSEMU memulai aksinya di Benua
Putih Antartika. Tim Pendaki ISSEMU tiba di Punta Arenas pada tanggal 30
November 2010. Di kota inilah segala macam kebutuhan pendakian harus
dipenuhi. Selain itu Tim Pendaki ISSEMU juga harus menghadiri sebuah
presentasi kecil yang diadakan oleh Antarctic Logistic And Expedition
(ALE) untuk menjelaskan “tata krama” memasuki Benua Antartika yang
merupakan benua terbersih. Setelah itu Tim Pendaki ISSEMU juga harus
mendapatkan pemeriksaan ketat peralatan pendakian yang dibawa apakah
memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak.
Walau sempat tertahan satu hari di Punta Arenas karena cuaca buruk,
akhirnya pada tanggal 3 November 2010 Tim Pendaki ISSEMU bergerak menuju
Union Glacier, sebuah pangkalan milik ALE yang digunakan oleh pesawat
berbadan lebar, Iluysin 76 buatan Uni Soviet, untuk mendarat di tengah
padang salju. Dari sini seharusnya segera melanjutkan penerbangan menuju
Vinson Base Camp (2.310 mdpl) dengan menggunakan pesawat Twin
Otter. Tetapi tampaknya perjalanan harus diundur esok paginya karena
ganguan cuaca. Setibanya di Vinson Base Camp pendakian juga
harus tertunda selama 3 hari karena cuaca kembali mengganas dan tidak
mau kenal kompromi.
Baru pada tanggal 7 Desember 2011, Tim Pendaki ISSEMU dapat mulai
meninggalkan Vinson Base Camp untuk berjalan menuju camp selanjutnya.
Pendakian di Vinson Massif adalah yang paling menarik diantara sekian
puncak yang pernah di daki oleh Tim Pendaki ISEEMU. Betapa tidak, di
benua serba putih yang pada musim pendakiannya antara November-Januari,
matahari tidak pernah berhenti menujukkan sinarnya selama 24 jam penuh.
Selain itu ketiadaan porter atau pengangkut barang menyebabkan Tim
Pendaki ISSEMU harus membawa barangnya sendiri-sendiri bergerak secara
bolak-balik dari camp ke camp. Cara mereka membawa
barang pun terbilang cukup unik. Selain membawa beban ransel di pundak,
setiap pendaki harus menarik sebuah papan seluncur salju atau sled
yang berisi barang bawaan masing-masing pendaki.
Akhirnya tepat pada tanggal 13 Desember 2010 pk. 17.07 waktu
Chile atau setara dengan 14 Desember 2010 pk. 03.07 WIB, Merah
Putih berhasil dikibarkan di titik tertinggi benua Antartika, Vinson
Massif. Keberhasilan ini sekaligus mencatatkan bahwa Tim Pendaki ISSEMU
adalah Tim Indonesia Pertama yang berhasil mencapai Puncak Vinson Massif
dengan gemilang. Dan di gunung ini pula Tim Pendaki ISSEMU berkenalan
pertama kalinya dengan suhu ekstrim -30 hingga -40 derajat Celsius.
Aconcagua (6.962 mdpl), Argentina – Mendaki The Devil
Mountain dari dua jalur berbeda
Sudah mendaki 4 puncak benua adalah sebuah pengalaman yang amat
berharga bagi Tim Pendaki ISSEMU apalagi dilakukan secara simultan
seperti pendakian Kilimanjaro dan Elbrus. Setelah berhasil mengibarkan
Sang Dwi Warna untuk pertama kalinya di Vinson Massif, Antartika,
perjalanan kembali dilanjutkan. Kali ini Tim Pendaki ISSEMU berjalan
mengarah ke Utara dari Punta Arenas untuk memasuki nagara asal Lionell
Messi, Argentina. Di Argentina inilah nantinya Tim Pendaki ISSEMU akan
mencoba mendaki Gunung Aconcagua yang memiliki julukan cukup membuat
bulu kuduk berdiri, The Devil Mountain. Sebutan ini mewakili
kesangaran cuaca di Aconcagua yang memburuk sesukanya tanpa bisa
diprediksi dengan baik. Dalang dari kesangaran Aconcagua tak lain adalah
el viento blanco. El viento blanco adalah sebutan
dari badai yang amat menakutkan di Aconcagua. Secara tiba-tiba kabut
akan menyelimuti kawasan pendakian disertai angin kencang dan hujan
salju.
Pada pendakiannya kali ini, Tim Pendaki ISSEMU didukung oleh 2
pendaki Mahitala Unpar lainnya. Detri Wulanjani dan Max Agung Pribadi
(yang juga seorang wartawan harian Warta Kota) turut bergabung dalam
pendakian Puncak Aconcagua sebagai pendukung untuk menulis berita dan
mengabarkan pergerakan tim ke Tanah Air. Perjalanan panjang menuju
Puncak Aconcagua dimulai dari Los Penitentes (2.580 mdpl), sebuah desa
kecil tempat Tim Pendaki ISSEMU melaporkan kegiatannya terakhir kali
sebelum mereka berjalan selama 3 hari menuju Plaza Argentina (4.200
mdpl). Plaza Argentina merupakan base camp dari pendakian
Puncak Aconcagua.
Selain medannya yang sulit, tampaknya Aconcagua memiliki banyak
hambatan. Hambatan tersebut datang dari para pemandu yang terlalu ketat
dalam memandu perjalanan menuju Puncak Aconcagua. Terbukti Detri harus
diturunkan dengan helikopter menuju Mendoza karena alasan kesehatan.
Padahal beberapa pemilik camp diantaranya Daniel Lopez berusaha
meyakinkan bahwa Detri akan baik-baik saja walau harus tetap tinggal di
ketinggian 4.200 mdpl di Plaza Argentina. Hambatan serupa akhirnya
menimpa Frans dan Janatan Ginting yang dinyatakan tidak layak untuk
meneruskan perjalanan ke puncak karena gangguan pernafasan. Beruntung
bagi Frans, akhirnya esok harinya ia dinyatakan dapat melanjutkan
perjalanan. Lalu bagaimana dengan Janatan? Walau dapat menetap di Plaza
Argentina, Janatan tidak boleh melanjutkan perjalanan meskipun 2 hari
setelahnya kondisinya pulih dan dinyatakan layak untuk mendaki Puncak
Aconcagua. Tetapi karena jarak yang terlalu jauh untuk menyusul
rekan-rekannya, Janatan terpaksa berberat hati harus menunggu di Plaza
Argentina hingga empat pendaki ISSEMU lainnya kembali ke Plaza
Argentina. Di sini manajemen ISSEMU di Tanah Air sudah merancang kembali
pendakian susulan untuk Janatan setibanya rombongan ISSEMU tiba kembali
di Mendoza.
Melalui serangkaian ujian yang terasa berat, akhirnya Tim Pendaki
ISSEMU (Sofian, Frans, Broery, dan Agung Max) berhasil mencapai Puncak
Aconcagua pada tanggal 9 Januari 2011 pada pk. 11.30 waktu
Mendoza atau pk. 21.30 WIB. Sementara Janatan berhasil mencapai
Puncak Aconcagua 20 hari kemudian pada tanggal 29 Januari 2011.
Janatan berhasil menggenapi pendakian Aconcagua dengan menggapai
puncaknya. Ia berangkat kembali dari Mendoza menggunakan rute yang
berbeda dengan Sofian, Frans, Broery, dan Agung Max yang melalui Polish
Traverse Route. Janatan mendaki Aconcagua melalui 360 Route
yang merupakan penggabungan dari Normal Route dan Polish
Traverse Route.
Everest (8.848), Nepal – Merayakan Hari Kebangkitan Nasional
Di Puncak Tertinggi Di Dunia
Sejarah mencatat pada tepat pada tanggal 29 Mei
1953 pk. 11.30 waktu Nepal, Edmund Hillary dan Tenzing Norgay berhasil
mencapai Puncak Everest untuk pertama kalinya. Dan sejak saat itulah
selama 58 tahun, Everest tetap menjadi mimpi yang amat indah bagi tiap
pendaki untuk menggapai puncaknya. Tercatat dalam www.adventurestat.com bahwa
11.000 kali percobaan dilakukan untuk mencapai Puncak Everest sejak
tahun 1922 hingga 2006, di mana hanya 3.000 kali percobaan pendakian
yang berhasil. Dari data itu dapat dijabarkan bahwa tingkat kesuksesan
pencapaian Puncak Everest adalah 29% saja dengan menelan korban hingga
207 orang meninggal di Everest.
Di puncaknya yang kelima ini, Tim Pendaki ISSEMU kembali menggulirkan
petualangnya. Hiroyuki Kuraoka, konsultan pendakian seven summits
ISSEMU menyatakan bahwa Tim Pendaki ISSEMU telah memiliki kemampuan
yang amat baik dan layak untuk mendaki gunung es sekaliber Everest.
Perjalanan dimulai dari Lukla (2.850 mdpl), sebuah desa kecil tempat Tim
Pendaki ISSEMU memulai pendakiannya menuju puncak tertinggi di dunia.
Dari Lukla Tim Pendaki ISSEMU harus berjalan kaki selama 11 hari menuju
Everest Base Camp (EBC). Tim Pendaki ISSEMU tiba di EBC pada
tanggal 12 April 2011.
Proses aklimatisasi sangat dibutuhkan bagi para pendaki gunung di
atas 4.000 mdpl. Dengan program aklimatisasi yang baik diharapkan para
pendaki dapat menyesuaikan diri dengan ketinggian yang semakin ke atas
akan semakin berkurang kadar oksigennya sehingga pendaki dapat
meminimalisir serangan Acute Mountain Sickness (AMS). Dalam
pendakian menuju Puncak Everest, Tim Pendaki ISSEMU melakukan 4 kali
program aklimatisasi, yaitu : proses perjalanan dari Lukla hingga EBC,
pendakian Lobuche East (6.171 mdpl), pendakian camp 1 Pumori,
dan pendakian ke camp 2 Everest (6.462 mdpl).
Selain empat Pendaki ISSEMU, Mahitala Unpar mengerahkan sebanyak 10
orang anggotanya (termasuk wartawan Kompas Ahmad Arif yang
diberangkatkan untuk meliput pendakian ini) khusus diberangkatkan menuju
EBC untuk membantu kelancaran proses pendakian Everest yang memakan
waktu 2 bulan lebih. Selain tim pendukung, pendakian Tim ISSEMU di
Everest melibatkan 17 orang sherpa yang terbagi dalam beberapa bidang.
Sebut saja : climbing sherpa yang membantu secara langsung
proses pendakian menuju Puncak Everest, high altitude cheff
yang diposisikan selama pendakian Everest kali ini berada terus di Advance
Base Camp atau Camp 2 dan para staf EBC yang membantu
kelancaran pendakian dari base camp.
Tim Pendaki ISSEMU melakukan proses pendakian menuju Puncak Everest
dalam dua kali percobaan. Pada percobaan pertama Tim Pendaki ISSEMU
bertolak menuju camp 2 pada tanggal 10 Mei 2011. Dan pada
tanggal 12 Mei mereka sudah tiba di camp 3 (7.300 mdpl) dengan
mulus tanpa hambatan. Tetapi nasip berkata lain, baru saja 3 jam mereka
melepas lelah di camp 3, tiba-tiba saja angin bertiup dengan
kencang. Hiroyuki Kuraoka sebagai expediton leader dari Tim
Pendaki ISSEMU harus memutuskan bahwa seluruh Pendaki ISSEMU untuk turun
ke camp 2. Setibanya di camp 2, Tim Pendaki ISSEMU
mendapat kabar bahwa menurut ramalan cuaca, kawasan Everest akan
memburuk cuacanya hingga seminggu ke depan sehingga seluruh rangkaian
pendakian harus ditunda dan ini menandakan bahwa seluruh proses kegiatan
pendakian yang dilakukan oleh para pendaki di sana harus segera di
hentikan hingga cuaca membaik. Tercatat hanya ada satu tim dari
International Mountain Guide yang memutuskan untuk tetap mendaki menuju
Puncak Everest hari itu dan berhasil keesokan harinya.
Akhirnya dengan penantian yang cukup lama, berita gembira bahwa cuaca
Everest menunjukkan tanda-tanda yang baik berhasil didapatkan oleh
Russel Brice, pimpinan Himalayan Experince. Dari sinilah Tim Pendaki
ISSEMU akan segera menggelar percobaan keduanya mencapai puncak dari
segala puncak gunung di dunia. Tanggal 17 Mei 2011 pk 10.15 waktu Nepal,
summit push kedua kalinya untuk Tim Pendaki ISSEMU kembali
dilakukan. Tercatat pada tanggal 19 Januari 2011 akhirnya mereka
berhasil tiba di South Col di ketinggian 7.900 mdpl. South Col kerap
disebut sebagai pintu menuju Death Zone yang berarti bahwa
mereka akan segera berhadapan dengan ketinggian 8.000 meter ke atas dan
menandakan pula suatu daerah di mana orang mustahil untuk hidup tanpa
bantuan oksigen.
Akhirnya semua usaha yang begitu keras terbayar sudah ketika Tim
Pendukung ISSEMU mengabarkan bahwa Broery Andrew Sihombing berhasil
mengibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Maha Gunung Everest tepat pada
tanggal 20 Mei 2011 pk. 05.22 waktu Nepal atau pk. 06.37 WIB.
Disusul kemudian oleh Janatan Ginting berhasil menembus ketinggian
8.848 mdpl pada pk. 07.26 waktu Nepal atau pk. 08.41 WIB.
Diikuti oleh Sofyan Arief Fesa dan Frans yang mencapai Puncak Everest
bersamaan pada pk. 09.45 waktu Nepal atau pk. 11.00 WIB
sekaligus menggenapi prestasi Tim ISSEMU yang mendaki Everest dengan
hasil one hit one victory. Perayaan pencapaian Everest ini
mendapatkan pujian dari berbagai pihak bahwa anak bangsa berhasil
mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Everest tepat perayaan Hari
Kebangkitan Nasional.
Denali (6.194 mdpl), Alaska – The Seven Summiteers
Pertama Untuk Indonesia
Rencana awal Tim ISSEMU bahwa pendakian akhir menuju puncak ke tujuh
akan dilaksanakan pada bulan Mei 2012. Tetapi berkat usul dari Hiroyuki
Kuraoka bahwa sebaiknya pendakian Denali janganlah diundur selama itu.
Usulan ini cukup beralasan karena bulan Juni-Juli masih termasuk dalam
musim pendakian Denali. Selain itu ia menambahkan bahwa Tim Pendaki
ISSEMU masih memiliki stamina yang baik sepulangnya dari Everest
dibandingkan mereka harus menetap di Tanah Air selama setahun lamanya
yang pasti akan menurunkan stamina dan pembiasaan terhadap high
altitude.
Dari masukan inilah akhirnya Tim Pendaki ISSEMU segera bertolak
menuju Alaska selang 3 minggu beristirahat di Tanah Air. Pendakian
Denali adalah pendakian yang tersulit karena para pendaki harus
menghadapi jarak vertikal sepanjang 3.969 meter tanpa bantuan pengangkut
barang atau porter (cat : jarak vertikal Everest adalah 3.548 meter
ditambah dukungan penduh dari para porter pengangkut barang dan para
sherpa). Di Denali tiap pendaki harus membawa perlengkapannya sendiri,
mendirikan tendanya sendiri dan memasak sendiri. Perlengkapan yang
dibawa memiliki berat total 50 kilogram dengan pembagian 20 kilogram
akan dibawa dengan ransel yang menggantung di pundak dan 30 kilogram
berikutnya akan dibawa dengan kereta salju atau sled yang akan
ditarik oleh masing-masing pendaki.
Tim Pendaki ISSEMU tiba di Base Camp Denali (2.225 mdpl) di
Padang Salju Kalhitna (24/6) setelah sebelumnya terbang dengan pesawat
tipe Fokker dari Kota Talkeetna. Karena ketiadaan pengangkut barang maka
Tim Pandaki ISSEMU harus membawa barang-barang mereka secara bertahap
dari camp ke camp hingga akhirnya mereka akan tiba di
High Camp (5.242 mdpl). Selama proses pendakian ini mereka
banyak menghadapi hambatan. Hambatan terbesar datang dari cuaca yang
tidak menentu. Tercatat selama 19 hari pendakiannya di Denali, Tim
Pendaki ISSEMU sempat tertahaan beberapa hari di dalam tenda untuk
menunggu meredanya cuaca buruk sehingga proses untuk menambah ketinggian
berhasil dilakukan.
Hingga akhirnya kabar gembira itu diterima di Tanah Air bahwa Tim
Pendaki ISSEMU berhasil mencapai Puncak Denali pada tanggal 7
Juli 2011 pk. 17.37 waktu setempat atau sama dengan
tanggal 8 Juli 2011 pk. 08.35 WIB. Prestasi gemilang ini
sekaligus menorehkan sebuah sejarah baru di dunia pendakian Tanah Air
bahwa setelah sekian lama akhirnya Indonesia memiliki The Seven
Summiters pertamanya yang dipersembahkan oleh empat Pendaki ISSEMU.
Ini juga menandakan bahwa Indonesia akan segera bergabung bersama 52
negara di dunia yang memiliki pendaki bertitel The Seven Summiteers
dan sekaligus akan bergabung bersama 275 pendaki internasional yang
memiliki titel serupa.
Dukungan Penuh Dari PT. Mudking Asia Pasifik Raya
Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan dan penjualan
peralatan pengeboran minyak dan gas bumi ini berkedudukan di Jakarta.
Melalui program Corporate and Social Responsibility (CSR), PT.
Mudking Asia Pasifik Raya (PT. MKAPR) memberikan kontribusi terbesar
dalam menyukseskan keberhasilan pendakian tujuh puncak benua ini.
Totalitas dari PT. MKAPR memang harus diacungi jempol. Dengan penuh
keyakinan akan berhasilnya program sirkuit pendakian yang tentunya akan
memakan banyak sekali biaya, PT. MKAPR ternyata juga turut mendorong
potensi anak bangsa agar lebih bisa berkarya lebih baik demi Nusa dan
Bangsa. Dengan berhasilnya pendakian Denali yang sekaligus menutup
rangkaian pendakian tujuh puncak benua, maka kami dari Tim ISSEMU dan
PT. MKAPR berterima kasih kepada seluruh pihak terkait yang tentunya
tidak dapat kami sebutkan satu persatu di dalam release ini. Semoga apa
yang telah dilakukan oleh Tim ISSEMU dapat mengangkat derajat dan harkat
Bangsa setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dan semoga dengan
kegiatan ini dapat semakin membangkitkan gairah dan semangat generasi
muda Indonesia untuk berkarya bagi Bangsanya.
Salam Seven Summits,
Tim Publikasi
ISSEMU 2009 – 2011
sumber : http://suciptoardi.wordpress.com/2011/08/03/indonesia-capai-7-summits/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar